Cerita

Kisah Perjuangan seorang IBU

0 Comments
Home
Cerita
Kisah Perjuangan seorang IBU
Kisah Perjuangan seorang IBU
Kisah Perjuangan seorang IBU - Berikut ini merupakan kisah nyata dari sebuah keluarga yang sangat miskin,  seorang ibu yang memiliki seorang anak laki-laki. 

Dalam kisah ini dikisahkan bahwa ayahnya telah meninggal dunia, kini tinggalah seorang ibu dan anak laki-lakinya. 

Untuk menopang hidupnya ibu ini bersusah payah seorang diri dalam membesarkan anaknya, dalam kisah ini tinggalah seorang ibu dan anak laki-lakinya dalam sebuah kampung belum memiliki listrik. 

Untuk membaca buku, sang anak tersebut hanya diterangi sinar lampu minyak, sedangkan ibunya dengan penuh kasih sayang menjahitkan baju untuk sang anak.

Saat memasuki tahun ajaran baru sekolah, anak laki-lakinya telah memasuki sekolah menengah atas (SMA), tetapi saat itulah justru ibunya menderita penyakit yang parah sehingga tidak bisa lagi bekerja disawah lagi. 

Pada saat itu pula, setiap bulan murid-murid pada sekolah anak laki-lakinya diharuskan membawa lima puluh kg beras untuk dibawa kekantin sekolah. 

Sang anak mengerti bahwa ibuya tidak mungkin bisa memberikan lima puluh kg beras tersebut, saat itulah anak laki-lkiny kemudian berkata kepada ibunya: " Bu..., saya mau berhenti sekolah saja dan membantu ibu bekerja disawah".

Kemudian sang ibu mengelus kepala anak laki-lakinya dan berkata : "Kamu memiliki niat seperti itu,  ibu sudah senang tetapi kamu tidak boleh berhenti sekolah, kamu harus tetap sekolah. 

Kamu tidak usah khawatir, kalau ibu sudah melahirkan kamu pasti bisa merawat dan membesarka kamu. Cepat pergi  kesekolah nanti ibu yang akan membawa berasnya kesekolah".

Karena anak laki-lakinya tetap bersikeras tidak mau berangkat kesekolah, maka ibunya menampar anaknya tersebut. Ini merupakan pertama kalinya bahwa anak laki-lakinya ini ditampar oleh ibunya. Si anak akhirnya berangkat juga kesekolah. 

Dalam kondisi seperti itu sang ibunya terus berpikir dan merenung dalam hati sambil menitikan air matanya melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh.

Baca : Cerbung, Belum ada judul

Tak berselang berapa lama, dengan jalanya yang terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa ibunya datang kekantin sekolah serta menurunkan sekantong beras dari bahunya. 

 Petugas yang bertanggung jawab menimbang beras dan membuka kantongnya lalu mengambil segenggam berasnya dan menimbangnya, kemudian berkata :

" Kenapa kalian para wali murid selalu ingin mengambil keuntungan kecil? tidak kah kalian lihat bahwa beras yang kalian bawa berisi campuran beras  dan gabah?. Apakah kalian kira bahwa  kantin  ini tempat penampungan beras campuran?.

Sang ibu ini merasa sangat malu dan berkali-kali meminta maaf kepada petugas tersebut.

Pada bulan-bulan berikutnya ibu memikul sekantong beras yang sama dan masuk kedalam kantin sekolah tersebut. Petugas kantin seperti biasanya mengambil sekantong beras dari kantong yang dibawa sang ibu tersebut dan melihat.Dengan alis yang mengerut petugas kantin berkata:

"Kenapa masih beras yang sama dengan kemarin?". Petugas itupun berpikir, mungkin kemarin itu dia belum berpesan dengan Ibu ini dan kemudian petugas itupun berkata : "Tak perduli beras jenis apapun yang Ibu bawa dan diberikan ke kami, kami akan terima saja tetapi jenisnya harus dipisah dan jangan dicampur.  

Kalau tidak dipisah maka beras yang dimasak tidak bisa matang sempurna. Kalau besok dan selanjutnya masih seperti ini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya".

Sang ibu dengan sedikit gemetar dan merasa takut lalu berkata : "Maaf Ibu petugas, beras dirumah kami semuanya seperti ini jadi harus bagaimana?"

Petugas itu pun tidak peduli dan tidak mau tahu, kemudian dan berkata : "Ibu ini punya berapa hektar sawah, sehingga bisa menanam bermacam-macam jenis beras seperti ini?"

Mendapat pertanyaan seperti itu sang ibu lalu terdiam dan tidak berani berkata apa-apa lagi.

Awal bulan berikutnya, sang ibu datang kembali kesekolah. Petugas kembali marah besar dengan mengeluarkan kata-kata kasar dan berkata: "Hai kamu sebagai ibu kenapa begitu keras kepala, kenapa beras yang kamu bawa masih tetap sama. Bawa pulang saja berasmu itu!".

Sang ibu dengan gemetar dan berlinang air mata berlutut di depan petugas tersebut, sang ibupun berkata: "Maafkan saya bu petugas, ketahuilah bahwa sebenarnya beras ini saya dapat dari mengemis".

Setelah mendengar kata dari sang ibu, petugas itupun kaget dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sang ibu tersebut akhirnya duduk diatas lantai sambil menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak. 

Sang ibu tersebut menghapus air mata dan berkata: "Saya menderita rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah, apalagi untuk bercocok tanam.

Anakku sangat mengerti kondisiku dan mau berhenti sekolah untuk membantuku bekerja disawah. Tapi saya melarang dan menyuruhnya bersekolah lagi." Selama ini dia tidak memberi tahu sanak saudaranya yang ada dikampung sebelah. Lebih-lebih takut melukai harga diri anaknya.

Setiap hari pagi-pagi buta dengan membawa kantong kosong serta bantuan tongkat pergi kekampung sebelah untuk mengemis. Sampai hari sudah gelap pelan-pelan kembali kekampung sendiri. Sampai pada awal bulan semua beras yang terkumpul diserahkan kesekolah.

Pada saat sang ibu bercerita, secara tidak sadar air mata Petugas itupun mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata: "Bu sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa diberikan sumbangan untuk keluarga ibu."

Sang ibu buru- buru menolak dan berkata: "Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah anaknya, maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu petugas, tetapi tolong ibu bisa menjaga rahasia ini."

Baca juga: Catatan kecil, sebuah renungan diakhir tahun

Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam- diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut selama tiga tahun. 

Setelah Tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus masuk ke perguruan tinggi qing hua dengan nilai 627 point. 

Dihari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak ini duduk diatas tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh, begitu banyak murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya ibu ini yang diundang. Yang lebih aneh lagi disana masih terdapat tiga kantong beras.

Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju kedepan dan menceritakan kisah sang ibu ini yang mengemis beras demi anaknya bersekolah. Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh haru dan berkata :

"Inilah sang ibu dalam cerita tadi." Dan mempersilakan sang ibu tersebut yang sangat luar biasa untuk naik keatas mimbar.

Anak dari sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat kebelakang dan melihat gurunya menuntun ibunya berjalan keatas mimbar. 

Sang ibu dan sang anakpun saling bertatapan. Pandangan ibunya yang hangat dan lembut tertuju kepada anaknya. Akhirnya sang anak pun memeluk dan merangkul erat ibunya dan berkata: "Oh ibuku……"


#Sahabat CPM
Dikutip dari :  http://id-id.facebook.com

No comments